Ephorus HKBP: Bencana di Sumatera Akibat Ulah Manusia

Hutafiles.org. Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pdt. Dr. Viktor Tinambunan menegaskan bahwa bencana longsor dan banjir yang terjadi di sejumlah wilayah di Sumatera Utara (Sumut), Sumatera Barat dan Aceh, diakibatkan ulah manusia bukan ujian dari Tuhan. 

“Ini (bencana), bukan suratan tangan, tapi kerakusan manusia,” tegas Ephorus pada acara Dies Natalis ke-8 ini sekaligus wisuda 420 orang dari 13 program studi pada tiga fakultas Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar, Sabtu (6/12/2025). 

Menurut Ephorus, sangat mudah menemukan bukti-bukti kerusakan alam yang terjadi saat ini.

“Kita lihat saja di Google, citra satelit di handpone kita, bagaimana kondisi hutan yang rusak. Tiap hari puluhan truk mengangkut kayu-kayu besar selama puluhan tahun dan kita lihat juga kayu-kayu besar yang dibawa bencana,” ungkapnya. 

Dijelaskannya, bukti-bukti kerusakan terang benderang, selanjutnya gerakan bersama menghentikan pengrusakan dan melakukan pemulihan agar tidak terjadi di masa depan.

“Bencana ini bencana ekologis, buatan tangan manusia, kerakusan manusia yang tidak bertanggungjawab,” katanya.

Kepada para wisudawan, Ephorus mengatakan Indonesia saat ini membutuhkan pemikiran jernih, jujur dan terbuka agar tidak menenggelamkan akal sehat. Ephorus menawarkan prinsip Cerdas, Kritis dan Santun (CKS).

Kecerdasan bukan sekadar tumpukan teori, melainkan daya untuk membaca jaman dan memahami luka-lukanya dan menemukan jalan pemulihan.

Kritik bukanlah amarah, melainkan keberanian untuk berkata benar ketika banyak memilih diam. Kritik adalah kasih yang menolak membiarkan masyarakat terperosok lebih dalam. Dengan hati yang bening, mempertanyakan apa yang perlu diperbaiki, meluruskan yang melenceng, dan membangun budaya dialog yang menyehatkan.

Terakhir, Ephorus menjelaskan, kesantunan adalah seni menghargai sesama, apa pun latar belakangnya. Dalam dunia yang makin gaduh, sikap lembut dan hormat justru menjadi kekuatan moral. Dengan santun, kritik menjadi jernih, dengan santun, kecerdasan menemukan jalannya. 

Sementara, Rektor Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar, Muktar Panjaitan mengatakan, wisuda bukan sekadar perayaan, tetapi peneguhan komitmen untuk terus maju sebagai institusi pendidikan tinggi yang berkarakter, unggul, dan berdampak bagi masyarakat dan bangsa.

Sebelumnya WALHI merilis hasil temuannya bahwa bencana di Sumatera dipicu kerusakan lingkungan yang diakibatkan aktivitas industri ekstraktif, seperti penambangan, perkebunan dan proyek energi, yang menghabisi hutan sebagai penyeimbang ekosistem.

Catatan WALHI, sepanjang periode 2016 hingga 2025, seluas 1,4 juta hektar hutan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah beralih fungsi oleh aktivitas 631 perusahaan pemegang izin tambang, HGU sawit, PBPH, geotermal, izin PLTA dan PLTM.

Di Sumut dampak bencana paling parah terjadi di kawasan Ekosistem Harangan Tapanuli (Ekosistem Batang Toru), yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Kota Sibolga.

Ekosistem Batang Toru yang berada di bentang Bukit Barisan telah mengalami deforestasi sebesar 72.938 hektar (2016-2024) akibat operasi 18 perusahaan.

“Semua aktivitas eksploitasi dilegalisasi oleh pemerintah melalui proses pelepasan kawasan hutan untuk izin melalui revisi tata ruang,” kata Rianda Purba, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sumut.

Back To Top